Hartaharam terbagi dua [1]: Pertama, haram pada dzat dan asalnya. Yaitu, harta yang memang asalnya adalah haram, seperti anjing, babi, atau berkaitan dengan kepemilikan orang lain, seperti barang curian dan hasil rampokan. Pada harta seperti ini, para ulama bersepakat bahwa tidak boleh diterima berdasarkan keharaman dalam dzat harta tersebut . Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah Haram secara garis besar terbagi atas dua macam 1 Haram dari sisi dzatiyahnya. Semisal, babi, bangkai hewan ternak, dan sebagainya. Maka ini jelas haram kita terima dari siapapun dan dari manapun mendapatkannya. Apalagi misal dia memberikan kepada kita babi curian. Ini tak usah lagi ditanyakan keharamannya. Termasuk juga jenis ini adalah suatu harta/barang yang diketahui jelas-jelas dari hasil melanggar syariat, seperti harta yang diambil tanpa ada keridhaan, semisal harta dari pencurian, perampokan, dan sebagainya. Maka jika kita mengetahuinya sendiri atas hal itu, kita haram menerima pemberian semacam itu. Contoh kasus ayam curian yang kita tahu secara pasti dia dapatkan ayam itu dari mencuri, maka ini haram diterima atau ada seseorang yang kamu tahu secara pasti dia mencuri ayam lalu ayam itu dijual, kemudian dia mentraktir kamu makan dengan uang tersebut, maka kamu haram menerima tawarannya. Atas dasar ini maka ditetapkan ما كان محرم العين كالمال المسروق والمغصوب ، وهذا لا يجوز قبوله من أحد ؛ لأنه يجب رده إلى أهله "Harta yang statusnya haram dzatiyahnya, seperti hasil mencuri, merampas, maka total tidak boleh diterima dari siapapun. Karena harta yang sedemikian ini wajib dikembalikan kepemiliknya". Fatwa Islam no. 126486. 2 Haram dari sisi sumber penghasilannya. Gambarannya sebagai berikut Misal si A orang yang hendak mentraktir kamu atau hendak memberikan kamu hadiah adalah seseorang yang bekerja di bank. Jelas pendapatannya adalah haram. Namun di samping itu bisa jadi dia misal memiliki pekerjaan sampingan lain yang halal, misal buka toko biasa, atau mungkin dia telah menerima uang warisan dan sebagainya yang halal. Nah, boleh jadi saat dia mengajak kita mentraktir makan atau memberi hadiah, ia bisa saja memakai uang yang berasal dari gajinya sebagai pegawai bank atau bisa saja itu bersumber dari usaha tokonya yang halal, dan mungkin juga berasal dari uang warisan yang halal. Tentu kita tak bisa memastikannya. Dalam kondisi seperti ini maka boleh kita menerimanya dan syariat tidak menuntut kita menanyakan dulu kepada si A dari mana sumber duit yang akan ia berikan ke kita untuk mentraktir atau memberikan hadiah. Dalilnya, kita tahu salah satu pekerjaan orang Yahudi adalah suka melakukan riba. Hal ini sampai disebutkan Allah pada ayat berikut وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ ... “Dan disebabkan mereka orang-orang Yahudi biasa memakan riba padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya ". QS. An Nisa 161. Namun bersamaan dengan itu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menerima hadiah dari seorang Yahudi tanpa bertanya dulu ke Yahudi itu misalnya dengan berkata “Apakah hadiah yang kau berikan padaku ini berasal dari pekerjaan ribamu?”. Tidak. Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak menanyakannya. Beliau langsung menerima hadiah tersebut sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan lain-lain, dari Anas bin Malik radhiallahu anhu yang ringkasnya "Nabi shallallahu alahi wa sallam menerima hadiah potongan daging kambing dari seorang wanita Yahudi". [Lihat Shahih Bukhari no. 2617 dan lain-lain]. Karena itulah Dzar bin Abdillah rahimahullah mengisahkan dari Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu جَاءَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ إِنَّ لِي جَارًا يَأْكُلُ الرِّبَا، وَإِنَّهُ لَا يَزَالُ يَدْعُونِي، فَقَالَ مَهْنَؤُهُ لَكَ وَإِثْمُهُ عَلَيْهِ "Ada seseorang yang mendatangi Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu lalu dia berkata “Aku punya tetangga yang suka makan riba, dan dia sering kali mengundangku untuk makan bersama bolehkah aku memenuhi undangannya?”. Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu menjawab “Untukmu suguhannya/enaknya, sementara dosanya ditanggung dia". [Riwayat Imam Abdurrazzaq, dalam Al Mushannaf no. 14675]. Juga ada atsar yang disandarkan kepada Ibnu Umar radhiallahu anhuma berikut. Rabi’ bin Abdillah rahimahullah mengisahkan سَمِعَ رَجُلًا , سَأَلَ ابْنَ عُمَرَ إِنَّ لِي جَارًا يَأْكُلُ الرِّبَا , أَوْ قَالَ خَبِيثُ الْكَسْبِ , وَرُبَّمَا دَعَانِي لِطَعَامِهِ أَفَأُجِيبُهُ؟ , قَالَ ” نَعَمْ "Rabi’ bin Abdillah rahimahullah mendengar seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Umar radhiallahu anhuma “Saya memiliki tetangga yang biasa memakan riba atau dia berkata penghasilannya kotor, bagaimana jika dia mengundang saya untuk makan, apakah saya penuhi?”. Ibnu Umar radhiallahu anhuma menjawab “Ya silakan terima undangannya". As Sunan Al Kubra no. 10823. Karen itu Syaikh Al Utsaimin rahimahullah juga memfatwakan bolehnya kita menerima hadiah dari kasus semacam ini. Lihat Liqa Baabil Maftuh XIV188. Hanya saja tak sedikit juga Ulama yang dengan kehati-hatian memfatwakan untuk tidak menerima tawaran semacam ini. Maka dari seluruh keterangan yang ana kaji dalam bab ini dapat disimpulkan bahwa 1 Jika diketahui dzatiyahnya benda/barangnya haram, seperti babi, anjing, dan sebagainya, maka pemberiannya adalah haram mutlak. 2 Jika keharaman itu dari cara menghasilkannya yang tercampur antara halal dan haram, semisal orang yang bekerja di bank, pemusik, dan sebagainnya, dan terlebih jika diketahui dia memiliki usaha atau pendapatan yang lain yang halal, maka menerima undangan atau traktiran atau hadiahnya darinya adalah boleh, dan tidak dituntut menanyakan dulu dari mana hartanya diperoleh. 3 Walau demikian sebagai ihtiyah kehati-hatian janganlah kita bergaul dengan mereka apalagi sering bergaul dengan menerima ajakan makan mereka dan sebagainya, kerena tak sedikit Ulama juga membenci perkara ini karena ada syubhat di dalam hartanya. Wallahu A’lam. Walhamdu lillaahi rabbil aalamiin, wa shallallahu alaa Muhammadin. •┈┈•••○○❁🌻💠🌻❁○○•••┈┈• Mau dapat Ilmu ? Mari bergabung bersama GROUP MANHAJ SALAF 📮 Telegram 📱 Whatshapp 089665842579 🌐 Web 📷 Instagram 🇫 Fanspage Share, yuk! Semoga saudara² kita mendapatkan faidah ilmu dari yang anda bagikan dan menjadi pembuka amal² kebaikan bagi anda yang telah menunjukkan kebaikan. آمِينَ. Sedekah dengan Uang Haram – Umat muslim yang bersedekah menggunakan hartanya yang haram, maka pada prinsipnya, itu tidak bisa dianggap sedekah. Karena ini tindakan yang batil dan Allah SWT tidak akan menerima amal dari harta yang haram. Jika Sobat Cahaya Islam ingin mensedekahkan uang haram, maka tidak akan dihitung pahala. Penjelasan Tentang Alasan Sedekah dengan Uang Haram Dilarang Pastinya semua orang shalih ingin berlomba-lomba berbuat kebaikan sebagai bekal di akhirat kelak. Terlebih hingga saat ini masih ada banyak saudara kita yang kekurangan finansial. Ini sering jadi ajang untuk berbuat kebaikan, namun sayangnya sebagian dari kita tak menyadari jika mereka sedekah dengan uang haram. Ada beberapa penjelasan tentang hal ini. di antaranya yaitu 1. Uang Haram Bersumber dari Penghasilan Jika misalnya ada seseorang memiliki pekerjaan haram dan ia ingin memberikan hadiah kepad kamu. Tapi, selain itu mungkin saja ia mempunyai pekerjaan sampingan yang halal. Maka, bisa saja ketika ia memberi kamu hadiah, dirinya menggunakan uang halal yang dari penghasilan lainnya atau menggunakan uang haram. Tentunya Sobat Cahaya Islam tidak dapat memastikannya. Jika di tengah situasi seperti ini, tentu boleh saja jika kita menerimanya. Selain itu, syariat islam juga tidak menuntut agar kita mempertanyakan kepada orang tersebut tentang sumber uang dari hadiah yang ia berikan. Yang mana bisa kita kaitkan dengan kejadian yang dialami oleh rasulullah, sebagaimana yang diriwayatkan Bukhari dan lainnya. Dari Anas bin Malik ra yang artinya yaitu “Nabi shallallahu alahi wa sallam menerima hadiah potongan daging kambing dari seorang wanita Yahudi”. Lihat Shahih Bukhari no. 2617 dan lain-lain. Rasulullah menerima hadiah yang diberikan oleh seorang Yahudi dan langsung menerimanya tanpa bertanya terlebih dulu pada Yahudi tersebut. Namun, tidak sedikit juga para Ulama yang lebih berhati-hati dalam membuat fatwa agar tidak menerima hadiah atau tawaran seperti ini. 2. Uang Haram dari Dzatiyahnya Maksud dari penjelasan ini jika kita misalkan seperti babi dan lainnya. Dapat dipastikan dari sudut agama Islam adalah haram. Itu artinya jika kita mendapatkan hadiah atau ada orang yang bersedekah babi atau anjing, maka kita jelas dapat menolaknya dengan tegas. Dikarenakan sedekah ini tidak perlu diragukan dan dipertanyakan lagi tentang keharamannya. Sama halnya dengan harta atau benda yang jelas kita ketahui jika hasil dari melanggar syariat agama. Misalnya dari hasil korupsi, mencuri atau merampok dan lainnya. Dengan demikian, jika sudah mengetahuinya, maka haram bagi kita menerima pemberian atau sedekat seperti itu. Hal ini sudah dijelaskan dalam sebuah fatwa Islam yang mana disebutkan bahwa “Harta yang statusnya haram dzatiyahnya, seperti hasil mencuri, merampas, maka total tidak boleh diterima dari siapapun. Karena harta yang sedemikian ini wajib dikembalikan kepemiliknya”. Fatwa Islam no. 126486. Dari fatwa ini, Sobat Cahaya Islam dapat menarik kesimpulan bahwa harta atau uang yang jelas kita ketahui sumbernya, maka dapat dengan tegas untuk mengambil keputusan terhadap sedekat yang diberikan oleh orang tersebut. Sedekat adalah amalan yang sangat mulia, karena berkaitan dengan rasa kemanusiaan. Akan tetapi, jika sedekah dengan uang haram maka lain maknanya. Jangan sembarangan menerima sedekah, terlebih bila kita tahu sumber uang yang diberikan. Dikarenakan kita tidak boleh menggunakan uang haram untuk bersedekah karena itu diharamkan. Reading Time 3 minutesالسَّلامُ علَيكُم و رَحمَة اللّٰهِ و بَركَاتُه Bismillahi wal hamdulillah wasshalaatu wassalaamu alaa rasulillah Muhammad bin Abdillah wa alaa aalihii wa shahbihi wa man tabi’ahu bi ihsan ila yaumil qiyamah, amma ba’du, Tak dapat dipungkiri kita tak bisa terlepas dari transaksi finansial yang biasanya mengandung riba didalamnya, mungkin kita menerima harta riba dari hasil tabungan kita, dari hasil deposit kita ke sebuah bank atau lembaga keuangan lainnya, yang mana sebaiknya kita hindari hal-hal tersebut, namun ada beberapa keadaan kita tak dapat menghindari hal tersebut, seperti saat kita membuka rekening di bank konvensional karena syarat untuk menerima gaji dari sebuah perusahaan, atau membuka rekening Jamsostek untuk karyawan dan sebagainya yang mana ada riba disana. Riba tersebut jelas haramnya, tidak boleh kita manfaatkan, sebagaimana firman Allah ﷻ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ 278 فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ 279 “Wahai orang-orang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkanlah apa yang tersisa dari riba jikalau kalian orang-orang beriman -278- Dan jika kalian tidak melakukannya meninggalkan riba maka umumkanlah perang dari Allah dan RasulNya namun jika kalian bertaubat maka untuk kalian uang modal kalian uang tanpa riba kalian tidak mendzalimi maupun terdzalimi -279-“ Qs. al Baqoroh 278-279 Karena haramnya harta riba, maka kita harus menghindarinya, dan tidak menggunakannya, lalu dikemanakan harta tersebut? apakah dibuang bersama struk atm ke tempat sampah? atau disedekahkan kepada yang membutuhkan? tapi bukankah kita tidak boleh bersedekah dengan harta yang haram? lalu bagaimana solusinya? Ustadz Ammi Nur Ba’its Lc. Hafidzahullahu ta’ala pakar fiqih kontemporer negeri ini, ditanya “apakah boleh bersedekah dengan harta riba?” Beliau Hafidzahullahu ta’ala menjawab “Tidak bisa disebut sebagai sedekah harta dari hasil riba tersebut, karena Rasulullah ﷺ bersabda لَايَقبَل اللهُ صَلاةً بِغَيرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةً مِن غُلُولٍ “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci wudhu dan tidak menerima shodaqoh dari harta yang haram” HR. Bukhari dan Muslim1 Ketika dia serahkan harta riba tadi ke orang lain, jangan anggap itu sedekah, karena Allah tidak menerima sedekah dari harta yang haram إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقبَلُ إِلَّا طَيِّباً “Sesungguhnya Allah itu maha baik, tidak menerima kecuali sesuatu yang baik”2 Terus statusnya sebagai apa? Statusnya bukan sedekah melainkan membersihkan harta haram, ini bukan harta kita, bukan harta saya, maka harus kita serahkan ke orang lain, cuman ulama berbeda pendapat saat kita serahkan ke orang lain, Pendapat pertama Sebagai sedekah atas nama pemilik harta, karena memang itu bukan harta kita, maka kita niatkan untuk menyedekahkannya atas nama pemilik harta, anda punya rekening ada bunga disitu, kita ambil untuk faqir miskin, kita sedekahkan namun dengan niat untuk si pemilik harta itu bukan untuk kita, kita tawakkal kepada Allah semoga Allah antarkan pahalanya untuk pemilik harta entah siapapun pemiliknya Allah maha tahu, ini adalah pendapat Syaikh DR. Muhammad Ali Faydrus al Jazaairi hafidzahullahu ta’ala Pendapat kedua Karena ini uang haram maka tidak bisa menjadi sedekah, namun diniatkan sebagai takhallus minal haram Berlepas diri dari hal yang haram tidak harus di berikan di perkara yang bernilai ibadah, namun kemana saja, seperti pembangunan jalan, fasilitas umum dan sebagainya, ini adalah pendapat Jumhur Ulama Jadi pembaca yang budiman semoga Allah rahmati kita semua, dari pemaparan beliau diatas, kita harus melepaskan diri dari riba dan apapun yang tersisa darinya, berikan ke orang lain atau kemana saja, namun jangan anggap itu sedekah kita kepada mereka, namun jadikanlah hal tersebut sebagai bentuk kita berlepas diri dari yang Haram dan menjaga diri kita dari api neraka. Washallallahu alaa nabiyyinaa muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin Ma’had Tarbiyah Insan Bekasi Kamis, 10 Oktober 2019M/ 11 Shafar 1441H Abu Irfan Thariq Aziz al Ahwadzy Footnote 1. Beliau Hafidzahullah menyebutkan hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, namun setelah kami periksa, ternyata hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim saja dalam kitab shahihnya 1/140 nomor hadits 224 dan diriwayatkan oleh imam lain seperti Imam an Nasaa’i 1/87 nomor hadits 139 dengan derajat shahih, kemudian diriwayatkan pula oleh Imam Ibnu Majah 1/249 nomor hadits 273 dengan sanad shahih 2. Diriwayatkan oleh Imam Muslim 3/85 nomor hadits 1015, dan Imam ad Darimi 3/1786 nomor hadits 2759 dengan derajat shahih untuk melihat syarah hadits ini silahkan baca artikel kami Disarikan dari muhadharah beliau Ustadz Ammi Nur Baits Hafidzahullahu ta’ala Sumber Gambar

menerima sedekah dari uang haram